Selamat Datang

Assalaamu'alaikum sahabatku..selamat berkunjung ke blog kami...nikmati dan dapatkan inspirasi dari blog kami :)

Senin, 31 Agustus 2009

8 Tipe Kepribadian

Berdasarkan teori Jung dari jurnalnya “Psychological Types”, terdapat perbedaan yang mendasar dalam tipe

kepribadian. Berikut merupakan beberapa tipe kepribadian dari teori Jung tersebut.

Ekstrovert VS Introvert
Seseorang dapat menjadi ekstrovert atau introvert, tergantung dengan arah aktivitas mereka. Extrovert

adalah orang yang berpikir mengenai hal-hal secara objektif dan luas, sedangkan Introvert lebih berpikir

ke arah subjektif atau dirinya sendiri. Perbedaan kedua kepribadian tersebut seperti di bawah ini :

Ekstrovert

* Tertarik dengan apa yang terjadi di sekitar mereka
* Terbuka dan seringkali banyak bicara
* Membandingkan pendapat mereka dengan pendapat orang lain
* Seperti aksi dan inisiatif
* Mudah mendapat teman atau beradaptasi dalam grup baru
* Mengatakan apa yang mereka pikirkan
* Tertarik dengan orang-orang baru
* Mudah menolak bersahabat dengan orang-orang yang tidak diinginkannya

Introvert

* Tertarik dengan pikiran dan perasaannya sendiri
* Memerlukan teritori mereka sendiri
* Tampil dengan muka pendiam dan tampak penuh pemikiran
* Biasanya tidak mempunyai banyak teman
* Sulit membuat hubungan baru
* Menyukai konsentrasi dan kesunyian
* Tidak suka denga kunjungan yang tidak diharapkan dan tidak suka mengunjungi orang lain
* Bekerja dengan baik sendirian

Logika VS Intuisi
Berpikir secara logika adalah kemampuan mengambil informasi berdasarkan kualitas fisik dan pengaruhnya

terhadap informasi lainnya. Intuisi atau suara hati merupakan kemampuan untuk mengambil informasi

berdasarkan potensi tersembunyi dan kemungkinan eksistensinya. Perbedaan umum keduanya sebagai berikut :

Tipe Penuh Logika

* Melihat semua orang dan memikirkan semua hal
* Merasa hanya hidup di sini dan hari ini
* Cepat beradaptasi dengan berbagai situasi
* Senang dengan sensasi fisik
* Senang dengan masalah practical dan aktif
* Realistis dan percaya diri

Selasa, 25 Agustus 2009

Membuat Resensi Buku

Teknik Membuat Resensi Buku

Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca
buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca,biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat.Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,

1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.

2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu,
pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi,bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini....begitu” setelah membaca karya resensi.

3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.

4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang”
tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.

5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai
masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang
peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font
(jenis huruf) mutu cetakan dsb.

Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang
dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang
akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;

A. Tahap Persiapan
1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada
sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk
meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan
latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait
dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang

untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu
lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak.
Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena
dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga
tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya
sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi
dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).
3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan
diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;

Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :


B. Tahap Pengerjaan

1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan
antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa
sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti
membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara
menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting
yang terdapat dalam buku tersebut.
2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam
karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
· Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
· Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
· Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
· Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan
fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya
fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa
membantu publik menilai sebuah buku.
3
· Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku
lainnya.
· Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
· Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan
sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting
tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi
terhadap buku tersebut.

C. Tahap Publikasi
1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap
media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman
dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2. Menyertakan cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah
diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa
yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari
penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku.
Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca
buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan
meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.


Sudaryono Achmad
Founder Jurnalkomunikasi.com
E-mail : Kolumnis@gmail.com
Blog : http://penakayu.blogspot.com
HP : 081586549725
~dan...kebahagiaan akan berlipat ganda
jika dibagi dengan orang lain~
(Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)