Selamat Datang

Assalaamu'alaikum sahabatku..selamat berkunjung ke blog kami...nikmati dan dapatkan inspirasi dari blog kami :)

Senin, 31 Agustus 2009

8 Tipe Kepribadian

Berdasarkan teori Jung dari jurnalnya “Psychological Types”, terdapat perbedaan yang mendasar dalam tipe

kepribadian. Berikut merupakan beberapa tipe kepribadian dari teori Jung tersebut.

Ekstrovert VS Introvert
Seseorang dapat menjadi ekstrovert atau introvert, tergantung dengan arah aktivitas mereka. Extrovert

adalah orang yang berpikir mengenai hal-hal secara objektif dan luas, sedangkan Introvert lebih berpikir

ke arah subjektif atau dirinya sendiri. Perbedaan kedua kepribadian tersebut seperti di bawah ini :

Ekstrovert

* Tertarik dengan apa yang terjadi di sekitar mereka
* Terbuka dan seringkali banyak bicara
* Membandingkan pendapat mereka dengan pendapat orang lain
* Seperti aksi dan inisiatif
* Mudah mendapat teman atau beradaptasi dalam grup baru
* Mengatakan apa yang mereka pikirkan
* Tertarik dengan orang-orang baru
* Mudah menolak bersahabat dengan orang-orang yang tidak diinginkannya

Introvert

* Tertarik dengan pikiran dan perasaannya sendiri
* Memerlukan teritori mereka sendiri
* Tampil dengan muka pendiam dan tampak penuh pemikiran
* Biasanya tidak mempunyai banyak teman
* Sulit membuat hubungan baru
* Menyukai konsentrasi dan kesunyian
* Tidak suka denga kunjungan yang tidak diharapkan dan tidak suka mengunjungi orang lain
* Bekerja dengan baik sendirian

Logika VS Intuisi
Berpikir secara logika adalah kemampuan mengambil informasi berdasarkan kualitas fisik dan pengaruhnya

terhadap informasi lainnya. Intuisi atau suara hati merupakan kemampuan untuk mengambil informasi

berdasarkan potensi tersembunyi dan kemungkinan eksistensinya. Perbedaan umum keduanya sebagai berikut :

Tipe Penuh Logika

* Melihat semua orang dan memikirkan semua hal
* Merasa hanya hidup di sini dan hari ini
* Cepat beradaptasi dengan berbagai situasi
* Senang dengan sensasi fisik
* Senang dengan masalah practical dan aktif
* Realistis dan percaya diri

Selasa, 25 Agustus 2009

Membuat Resensi Buku

Teknik Membuat Resensi Buku

Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca
buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca,biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat.Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,

1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.

2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu,
pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi,bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini....begitu” setelah membaca karya resensi.

3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.

4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang”
tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.

5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai
masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang
peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font
(jenis huruf) mutu cetakan dsb.

Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang
dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang
akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;

A. Tahap Persiapan
1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada
sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk
meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan
latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait
dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang

untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu
lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak.
Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena
dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga
tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya
sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi
dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).
3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan
diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;

Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :


B. Tahap Pengerjaan

1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan
antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa
sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti
membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara
menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting
yang terdapat dalam buku tersebut.
2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam
karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
· Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
· Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
· Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
· Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan
fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya
fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa
membantu publik menilai sebuah buku.
3
· Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku
lainnya.
· Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
· Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan
sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting
tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi
terhadap buku tersebut.

C. Tahap Publikasi
1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap
media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman
dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2. Menyertakan cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah
diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa
yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari
penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku.
Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca
buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan
meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.


Sudaryono Achmad
Founder Jurnalkomunikasi.com
E-mail : Kolumnis@gmail.com
Blog : http://penakayu.blogspot.com
HP : 081586549725
~dan...kebahagiaan akan berlipat ganda
jika dibagi dengan orang lain~
(Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)

Selasa, 16 Juni 2009















Apa Yang kamu pikirkan ketika kamu melihat foto ini ???
Sekiranya kamu menjadi orang yang ada dalam foto ini,
apa yang sedang kau lihat ???

Berilah komentar di Pesan....thengkyu ...

Sabtu, 30 Mei 2009

Melawan Kesenjangan Digital

ImageSeorang kenalan saya, Donny B.U. – yang terkenal sebagai jurnalis di detikcom – pernah menuliskan bahwa yang dinamakan kesenjangan digital, alias digital divide, hanyalah merupakan jargon karangan negara-negara barat belaka, untuk melanggengkan penjajahan ekonomi mereka terhadap negara kedua dan ketiga di dunia ini[1]. Beliau melengkapi tulisannya dengan bukti-bukti anekdotal seperti proyek pengadaan komputer di sebuah SMA yang sebenarnya hanya akal-akalan belaka dari pengelola SMA yang bersangkutan, demi bisa membuka satu lagi lab komputer, dan sebagainya. Dan karena Indonesia masih belum bisa memproduksi seluruh komponen komputer di negeri sendiri, banyak devisa yang mengalir keluar Indonesia demi pengadaan komputer ini.

Tapi apakah jargon kesenjangan digital lantas bisa mutlak dianggap sebagai hal yang mengada-ada? Sebuah artikel di Kompas edisi Kamis 5 Maret 2009 di halaman pertama menyebutkan sejumlah murid kelas XII SMA 1 Rongkop, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami kebingungan karena tidak bisa mengakses informasi pendaftaran ke perguruan tinggi negeri secara online. Sekolah tersebut memang tidak memiliki komputer, dan warnet terdekat jaraknya adalah 30 km. Informasi mengenai perguruan tinggi negeri hanya diperoleh dari brosur-brosur yang terkadang sudah kadaluarsa, akibatnya sangat sedikit siswa yang berhasil menembus ke perguruan tinggi negeri.

Hal sebaliknya terjadi pada siswa SMA 1 Kediri, salah satu siswanya menyatakan dengan internet, mendaftar ke PTN merupakan proses yang sangat mudah dan tidak repot. Di sekolah tersebut memang sudah tersedia komputer dengan akses internet. Kalau sudah begini situasinya, apakah kita masih mau menafikkan istilah kesenjangan digital?

Senada dengan semangat mengurangi kesenjangan digital, Menteri Komunikasi dan Informatika, Bapak M. Nuh, baru saja menyatakan bahwa pihaknya mendorong penurunan tarif internet tidak sekedar 100 persen, tetapi mencapai 200 persen pada tahun ini[2]. Jika hal ini memang dapat dicapai, dan bukan sekedar iming-iming politik – mengingat sebentar lagi pemilu – ini tentu saja merupakan berita yang sangat menggembirakan. Di tahun 2006 saya pernah mengeluhkan soal rencana pengenaan pajak terhadap akses internet[3], yang jelas sangat absurd karena berlawanan dengan semangat menghapus kesenjangan digital.

Dalam pengumuman pers tanggal 2 Maret 2009[4], ITU (International Telecommunication Union) mendudukkan Indonesia di peringkat 108 dari 154 negara, di bawah Gabon dan di atas Botswana, dalam hal indeks pertumbuhan ICT (Information and Communication Technologies). Indeks pertumbuhan ini menggambarkan posisi Indonesia dalam hal kesenjangan digital, yang oleh ITU Indonesia dimasukkan dalam kategori menengah (ada 4 kategori: tinggi, atas, menengah, dan bawah). Tiga negara paling atas dalam hal indeks pertumbuhan ICT adalah Swedia, Korea, dan Denmark. Lalu dalam hal murahnya biaya ICT (gabungan rata-rata biaya akses telepon sambungan tetap, telepon sambungan bergerak, dan biaya akses internet), negara Singapura, Amerika dan Luxemburg merupakan 3 peringkat pertama yang termurah. Indonesia dalam hal ini menduduki peringkat 90 dari 154 negara.

Penurunan tarif internet bukan berarti lantas kualitas internet ikut turun juga. Bisa dilihat dalam persaingan merebut pelanggan, banyak penyelenggara jasa komunikasi jor-joran menurunkan harga tanpa memperhatikan kapasitas. Sebagai contoh, Telkomsel dengan paket Flash Unlimited-nya sempat mengalami kesulitan akses sebelum akhirnya dilakukan upgrade jaringan. Begitu juga Indosat dengan IM2-nya, saat ini mereka sudah keteteran dalam melayani pelanggan, sampai-sampai mereka menampilkan daftar BTS yang sudah kelebihan kapasitas[5]. Firstmedia dengan Fastnet-nya juga setali tiga uang, terutama untuk paket termurahnya. Namun itulah anehnya Indonesia, walaupun kualitas layanan turun, namun tetap saja masih banyak yang tetap berlangganan.

Terlepas dari apakah ini bisa menghapus kesenjangan digital, penurunan tarif internet tetap merupakan hal yang patut disambut dengan baik, apalagi jika diiringi dengan perbaikan kualitas koneksi internetnya sendiri.

[1] http://bebas.vlsm.org/v17/com/ictwatch/paper/paper056.htm
[2] http://www.antara.co.id/arc/2009/2/19/tarif-internet-turun-200-persen-pada-2009/
[3] http://ryosaeba.wordpress.com/2006/02/23/mahalnya-internet-kami/
[4] http://www.itu.int/newsroom/press_releases/2009/07.html
[5] http://www.indosatm2.com/popup.php/promo/template:im2/id:18/high-traffic-zone

Penulis: Eko Juniarto

Kamis, 28 Mei 2009

4 Situasi dalam hidup

Dalam hidup ini, kita dapat merangkum berbagai situasi dalam menghadapi sesama kita menjadi 4 :

1. Jika kita menghadapi orang yang lebih pintar dari kita. Maka itu adalah saat dimana kita menimba ilmu darinya.

2. Jika kita menghadapi orang yang sama pintarnya dengan kita. Maka itu adalah saat dimana kita saling bertukar pikiran
dengannya.

3. Jika kita menghadapi orang yang lebih bodoh dari kita. Maka itu adalah saat dimana kita memberikan ilmu kita kepadanya.

4. Dan jika kita menghadapi orang bodoh namun banyak bicaranya.Maka itu adalah saat bagi kita untuk diam.

Rabu, 27 Mei 2009

9 Jenis Kecerdasan


1.Kecerdasan Linguistik


Kecerdasan dalam mengolah kata-kata secara efektif baik bicara ataupun menulis (jurnalis, penyair, pengacara)

Ciri-ciri :

  • Dapat berargumentasi, meyakinkan orang lain, menghibur atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata
  • Gemar membaca dan dapat mengartikan bahasa tulisan dengan jelas


2. Kecerdasan Matematis-Logis


Kecerdasan dalam hal angka dan logika (ilmuwan, akuntan, programmer)

Ciri-ciri :

  • Mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi
  • Berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis
  • Pandangan hidupnya bersifat rasional


3. Kecerdasan Visual-Spasial


Kecerdasan yang mencakup berpikir dalam gambar, serta mampu untuk menyerap, mengubah dan menciptakan kembali berbagai macam aspek visual (arsitek, fotografer, designer, pilot, insinyur)

Ciri-ciri :

  • Kepekaan tajam untuk detail visual, keseimbangan, warna, garis, bentuk dan ruang
  • Mudah memperkirakan jarak dan ruang
  • Membuat sketsa ide dengan jelas


4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani


Kecerdasan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresiakan gagasan dan perasaan (atlet, pengrajin, montir, menjahit, merakit model)

Ciri-ciri :

  • Menikmati kegiatan fisik (olahraga)
  • Cekatan dan tidak bisa tinggal diam
  • Berminat dengan segala sesuatu


5. Kecerdasan Musikal


Kecerdasan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk musik dan suara (konduktor, pencipta lagu, penyanyi dsb)

Ciri-ciri :

  • Peka nada dan menyanyi lagu dengan tepat
  • Dapat mengikuti irama
  • Mendengar music dengan tingkat ketajaman lebih


6. Kecerdasan Interpersonal


Kecerdasan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak dan temperamen orang lain (networker, negotiator, guru)

Ciri-ciri :

  • Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, terbuka
  • Menjalin kontak mata dengan baik
  • Menunjukan empati pada orang lain
  • Mendorong orang lain menyampaikan kisahnya


7. Kecerdasan Intrapersonal


Kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertidak secara adaptif berdasar pengenalan diri (konselor, teolog)

Ciri-ciri :

  • Membedakan berbagai macam emosi
  • Mudah mengakses perasaan sendiri
  • Menggunakan pemahamannya untuk memperkaya dan membimbing hidupnya
  • Mawas diri dan suka meditasi
  • Lebih suka kerja sendiri


8. Kecerdasan Naturalis


Kecerdasan memahami dan menikmati alam dan menggunakanya secara produktif dan mengembangkam pengetahuan akan alam

(petani, nelayan, pendaki, pemburu)

Ciri-ciri :

  • Mencintai lingkungan
  • Mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang
  • Senang kegiatan di luar (alam)


9. Kecerdasan Eksistensial


Kecerdasan untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia (filsuf, teolog,)

Ciri-ciri :

  • Mempertanyakan hakekat segala sesuatu
  • Mempertanyakan keberadaan peran diri sendiri di alam/ dunia
Jadi manakah yang cocok dengan anda ???

Profil Dr Warsito

DR. WARSITO P. TARUNO, M.Eng. ( Ketua MITI )

warsitotopografi1

Dr. Warsito adalah salah satu dari “50 Tokoh” Revolusi Kaum Muda (Gatra, Edisi Khusus 2003), “10 yang Mengubah Indonesia” versi majalah Tempo (Edisi Khusus Akhir Tahun 2006) dan juga terpilih menjadi salah satu dari “100 Tokoh Kebangkitan Indonesia” Versi Majalah Gatra (Mei 2008).
Di dunia akademisi Internasional, Dr. Warsito dikenal sebagai pioneer dalam teknologi tomografi, yaitu teknologi untuk memindai berbagai macam objek dari tubuh manusia, proses kimia, industri perminyakan, reactor nuklir hinga perut bumi.
Penemuannya yang paling spektakuler adalah tomografi volumetric 4D yang dipatenkan di Amerika dan lembaga paten internasional PTO/WO tahun 2006. Teknologi temuannya telah digunakan oleh NASA (Lembaga Antarikas Amerika Serikat) untuk memindai obyek dielektrika pada pesawat ulang-alik selama misi ke antariksa.
Menurut jurnal yang diterbitkan oleh American Chemistry Society, teknologi temuan Dr. Warsito diperkirakan akan mengubah drastis perkembangan riset dan teknologi berbagai bidang dari energi, proses kimia , kedokteran hingga nano teknologi.

Saat ini Dr. Warsito telah membangun pusat riset dan produksi system tomografi 4D yang pertama didunia yang berpusat di Tangerang, banten. Produk institusinya 100% diproduksi didalam negeri dengan melibatkan ilmuwan lokal dan telah mulai di pasarkan di Amerika Serikat (Baca “Produk Tangerang di Ohio, Koran Tempo, Oktober 2008)
Di bidang keorganisasian, Warsito adalah salah satu pendiri dan ketua umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI). Selama menjabat sebagai ketua umum MITI sejak tahun 2005, Dr. Warsito telah membangun jaringan MITI diseluruh Indonesia dan luar negeri terutama MITI-Mahasiswa di kurang lebih 50 kampus di 26 Propinsi di seluruh Indonesia. Program utama yang dilancarkan MITI adalah meningkatkan kualitas akademis dan kemampuan riset mahasiswa Indonesia, serta membantu pengembangan SDM mahasiswa Indonesia.
Dr. Warsito juga aktif sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) Partai Keadilan Sejahtera di Komisi Kebijakan Publik yang salah satunya bertanggung jawab langsung dalam merancang dan menyusun Platform Pembangunan PKS Bidang Perekonomian. Ekonomi adalah bidang kedua yang digelutinya sejak tahun 1994 secara otodidak.
Biodata singkat Dr. Warsito:
lahir: 15 Mei, 1967

Pendidikan
1. SMAN 1 Karanganyar, Solo 1986
2. Tokyo International Japanese School, Tokyo 1988
3. Shizouka University, B. Eng, Chemical Engineering, 1992
4. Shizouka University, M.Eng, 1994
5. Shizouka University, Ph.D Electronic Science and Technology
Pengalaman Kerja
1. Researcher, Satellite Venture Businee Laboratory Shizouka University, (1997-1999)
2. Lecturer, Graduate School of Engineering, Shizouka University, Japan (1997-1999)
3. Research Associate, Dept of Chemical Engineering, Ohio State University, USA (1999-2006)
4. Dosen Pascasarjana, MIPA-FISIKA UI, Jakarta (2005-Sekarang)
5. Visiting Lecturer, Dept of Chemical Engineering (2005-Sekarang)
6. Visiting Lecturer, Dept of Chemical Engineering Shizouka University, Japan (2005)
7. Director, CTECH Centre for Tomography Research, PT. EDWAR Tech , Tangerang (2008-Sekarang)
8. Visitor Senior Scientist, National Laboratory of Physics and Chemistry (RIKEN), Japan (2008-Sekarang)
9. Visiting Professor, Dept Of Chemical Engineering, University Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia (2008-Sekarang)
10. Visiting Professor, Dept Of Chemical and Biomolecular Rngineering, Nanyang Technological University, Singapore (2009)
11. Visiting Professor for Advance Studies, King Saud University, Saudi Arabia.
Aktivitas lain
1. Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (2005-Sekarang)
2. Editor tamu/Reviewer jurnal Internasional IEEE Sonsor Journals (US), Measurement Scuence and technology (UK)
3. Anggota International Committee for Industrial Process Tomography
4. Pembimbing Tesis/tugas akhir FMIPA Fisika-UI
website
http://www.edwartechnology.com
http://www.tech4imaging.com
http://myview-indonesia.blogspot.com
(sumber:http://www.facebook.com/group.php?gid=60505632443n(utama); miti.or.id; eng.shizuoka.ac.jp;thestar.com.my)

edited by : hizbreefahcibitung